Tuesday, September 25, 2012

Berpikir Lateral Sebagai Konsep Kreatifitas


Tuhan menganugerahi manusia dengan kelebihan pada kemampuan berpikir manusia yang diatas rata-rata semua mahkluk hidup di dunia, salah satunya adalah kelebihan berpikir cepat dan reflek. Otak dapat memilah ‘data’ mana yang diperlukan untuk menghadapi kondisi tertentu dengan cepat. Otak tidak akan memproses semua data yang ada namun hanya memproses data yang dibutuhkan saja. Contohnya adalah gerak reflek, saat kita terjatuh badan kita akan secara otomatis melindungi bagian kepala karena menurut data yang otak terima, kepala adalah pusat aktifitas manusia sehingga wajib dilindingi.

Meskipun memiliki manfaat yang luar biasa tersebut, kemampuan tersebut memiliki satu kelemahan besar yang dimana akan mematikan kreatifitas. Secara alamiah, otak akan memproses data yang diperlukan saja, artinya hanya data yang dianggap benar yang akan di proses sementara berpikir kreatif tidak memandang benar dan salah. Ketika kita memikirkan berbagai kemungkinan dan solusi yang ada, otak akan memilah data-data tersebut dan kemudian akan memprosesnya dengan data yang ada kemudian memberikan label benar dan salah kepada ide tersebut sehingga akan ada ide yang disingkirkan atau dibuang. Hal ini tentu akan mengurangi  peluang menemukan ide yang brilian.

Berpikir lateral menghapus cara tersebut. Berpikir laterla memberikan jalan untuk me-restrukturisasi  dan keluar dari metode lama dan memancing cara baru (de Bono, 1970). Cara berpikir ini akan meningkatkan kreatifitas karena akan memaksimalkan semua kemampuan natural dari kita dalam mencari ide dan sesuatu yang baru tanpa harus takut salah atau benar.

Lawan dari berpikir lateral adalah berpikir vertikal. Berpikir vertikal bertujuan mencari jalan mana yang paling menjanjikan untuk menyelesaikan masalah, dengan kata lain berpikir vertikal adalah cara selektif. Berpikir lateral bertujuan menyederhakan masalah yang bertujuan mencari berbagai macam solusi yang bisa digunakan. Bila diimajinasikan, berpikir vertikal bagaikan mencari jalan dengan berpandukan Global Positioning System  (GPS), hanya berpaku dengan rute yang disediakan padahal banyak jalan yang lebih cepat. Sedangkan berpikir lateral bagaikan berjalan melewati jalan-jalan penyingkat yang tidak biasa, mengkaji berbagai kemungkinan agar sampai lebih cepat di daerah tujuan.  Kemampuan vertikal akan menjamin paling tidak solusi minimal, sementara kemampuan lateral tidak akan menjamin apapun namun meningkatkan kemungkinan solusi yang lebih optimal.

Lantas bagaimanakah caranya agar kita bisa melatih prinsip berpikir ini ?
Pertama adalah hentikan menggunakan pendapat yang ada. Kebutuhan untuk selalu benar kadang menjadi masalah yang paling besar bagi seseorang untuk menjadi kreatif. Ketika anda mengekemukakan sebuah ide, hal pertama yang dikaji adalah apakah ide itu benar atau salah sesuai prinsip yang ada. Maka jika anda ingin menjadi orang yang kreatif, hilangkanlah stigma tersebut. Dengan menunda atau menghilangkan pendapat benar salah akan meningkatkan kemuningkan munculnya ide-ide segar yang sebelumnya terkurung dalam kotak benar salah.

Ada beberapa panduan yang bisa digunakan jika cara ini sudah bisa diterapkan, pertama adalah jangan terburu-buru untuk mengevaluasi sebuah ide yang muncul, eksplorasi ide lebih penting. Dengan begitu anda akan lebih tau tentang ide tersebut dan mungkin akan memunculkan ide baru. Kedua adalah ketika ide itu jelas sekali salah, pikirlah kenapa ide tesebut bisa salah dan kemudian bagaimana caranya agar ide tersebut bisa bermanfaat. Ketiga tunda untuk segera mengganti ide yang ada selama mungkin, hal ini akan menjadi stimulus bagi ide yang lain. Terakhir adalah biarkan ide itu mengalir daripada anda harus memaksanya ke jalan benar dan salah. 

Kedua adalah fraksinasi. Sebuah masalah yang besar memiliki masalah yang kompleks di dalamnya, tidak hanya sekedar apa masalahnya dan dimana letak masalah tersebut. Tentu akan banyak pertanyaan seperti contoh pada masalah bongkar muat di pelabuhan yang diklaim lambat. Kenapa hal itu bisa terjadi ? ternyata masalahnya ada pada pekerja yang sudah tua, jalan pemasok barang yang tidak rata, ketidaksiapan infrastruktur seperti gudang, tidak adanya kordinasi antara mandor dengan anak buah dan lain semacamnya. Maka cara fraksinasi berarti memecah masalah besar menjadi pecahan-pecahan masalah yang lebih kecil. Buatlah daftar dari apa saja yang sebenarnya membentuk sebuah masalah besar tadi kemudian susunlah masalah-masalah kecil tersebut dalam tabel yang terstruktur. Kemudian gabungkanlah satu-dua masalah tersebut menjadi satu solusi yang bisa mengatasi keduanya sehingga lama kelamaan masalah besar tersebut akan selesai. Intinya, fraksinasi adalah membagi masalah besar menjadi masalah-masalah kecil yang kemudian dapat dicari pemecahan masalahnya.

Ketiga adalah pembalikan. Jika dengan konsep pemikiran yang biasa masalah belum terselesaikan, maka buanglah konsep umum, tinggalkan segala atribut benar salah dan mulailah berpikir dengan cara yang tidak biasa. Misalnya ketika anda ingin mengenakan gaun yang menarik saat pesta sementara anda tidak punya cukup uang untuk membeli sehelai gaun maka rajutlah kain-kain bekas dengan pola yang anda inginkan tambahkan manik-manik dan jadilah sebuah konsep berpikir yang out of the box, keluar dari jalur yang biasa.

Oleh : Rezha Eka Firmansyah
Mahasiswa Aktif Teknik Kelautan ITS

No comments:

Post a Comment