Masyarakat Indonesia akhir-akhir ini tengah dilanda kebingungan. Bukan
karena presidennya rangkap jabatan, bukan karena semakin banyak artis yang
mencalonkan diri menjadi anggota legisalif melainkan bingung akan salah satu
kebutuhan yang tidak pernah dimasukkan dalam kebutuhan pokok namun seakan
menjadi denyut nadi ekonomi masyarakat, ya BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi
Presiden telah memberi sinyal bahwa akan ada kenaikan harga BBM bersubsidi
dalam waktu dekat ini. Presiden telah mengatakan dalam konferensi persnya bahwa
kenaikan BBM diprediksi akan jatuh pada bulan juni 2013 besok seiring dengan
selesainya R-APBN 2013. Pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi
dalam upayanya menjaga kesehatan fiskal. Pemerintah merasa jika anggaran
bersubsidi tidak dikendalikan maka defisit dapat membengkak mencapai Rp 353,6
triliun atau 3,83 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Ini membuat
pemerintah melanggar ketentuan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Pasalnya, dalam UU, batas defisit anggaran yang diperbolehkan
ialah 3 persen.
Berita ini sungguh membuat bingung jutaan masyarakat Indonesia, pasalnya
roda penggerak ekonomi masyarakat adalah BBM bersubsidi yang paling masuk akal
di tengah mahalnya alat transportasi yang lain. Kenaikan harga BBM ini jelas
sejelas-jelasnya akan memicu inflasi besar-besaran. Kenaikan yang diprediksi
mencapai 2000 rupiah/liter tentu akan menambah banyak biaya pada transportasi
yang dimana jelas para pedagang akan menaikkan harga jual mereka. Hal ini
diperparah dengan berdekatannya kenaikan harga BBM dengan bulan suci Ramadhan
dimana biasanya harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Inflasi besar-besaran
jelas berdampak pada industri kalangan kecil dan menengah, jika tidak mampu
menyeimbangkan neraca keuangannya maka akan banyak industri kecil yang gulung
tikar.
Efek inflasi ini sudah dapat kita lihat dampaknya sekarang. Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jawa
Timur memutuskan untuk menaikkan tarif angkutan bus antar kota. Tarif baru itu
akan mulai diterapkan pada 4 Mei mendatang seiring dengan rencana kenaikan
harga BBM bersubsidi (Tempo, Kamis 2 Mei 2013). Direktur Eksekutif Institute for
Development of Economics and Finance Ahmad Erani Yustika memprediksi kenaikan
harga BBM bersubsidi sebesar 30 persen mendorong inflasi ke level 9 persen dan
mengerek jumlah penduduk miskin minimal naik 1.5% per tahun (Tempo, Rabu 1 Mei
2013)
Maka persoalan BBM ini tidak lagi menjadi urusan remeh namun sudah menjadi
top priority yang keputusannya harus
kita kawal bersama. Sebenarnya apa akar permasalahan dari BBM bersubsidi ini ?
Tentu banyak faktor yang menyebabkan masalah ini. Penulis berfokus pada tingginya
kebutuhan Indonesia terhadap impor minyak di tengah banyaknya sumber cadangan
minyak di negara ini.
Menurut Wakil Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, kebutuhan
BBM dan minyak mentah nasional 40%nya dipenuhi melalui impor asing. Tentu jika
kita mengimpor bahan maka kita harus menyesuaikan dengan harga minyak dunia
yang naik turun seiring dengan adanya konflik di timur tengah. Pada Januari
2013, harga Indonesian Crude Price (ICP) mencapai US$ 111,07 per barel,
dikatakan harga bisa naik turun bergantung pada peningkatan permintaan minyak
di Amerika Serikat dan Eropa akibat musim dingin yang ekstrem dan konflik yang
terus terjadi di tumur tengah.
Hal ini menunjukkan tidak berdayanya kita terhadap tekanan asing. Padahal
Indonesia memiliki cadangan sumber minyak bumi yang mumpuni. Data Kementerian
Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa sumber daya minyak bumi
di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 56,6 milyar barel. Indonesia memiliki 60
cekungan minyak bumi yang tersebar di berbagai pelosok Nusantara. Dari jumlah
itu, baru 23 persen atau 14 cekungan yang sudah dieksplorasi dalam 30 tahun
terakhir. Akibatnya, cadangan minyak bumi di 14 cekungan terkuras habis dan
tinggal tersisa sembilan miliar barrel. Belum lagi dari 14 cekungan yang
dieksplorasi berapa yang dikuasai sendiri oleh Pertamina selaku kontraktor
utama negara. Semuanya habis dimakan oleh perusahaan asing.
Inilah salah satu akar permasalahan
yang tidak pernah dilirik, dibahas atau jarang didiskusikan, lihat saja apa yang
akan dilakukan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung
Laksono dalam menghadapi kenaikan BBM. Pemerintah akan memperbanyak jumlah
pemberian beras bagi masyarakat miskin (raskin), cakupan pemberian Bantuan
Siswa Miskin (BSM) akan diperluas, Program Keluarga Harapan (PKH) yang
ditujukan kepada masyarakat yang sangat-sangat miskin, tetapi masih memiliki
anak sekolah. Tidak tercantum perbaikan sarana prasarana penunjang sekolah,
beasiswa ke luar negeri untuk mempelajari secara khusus pengolahan minyak
mentah dan pembangunan anjungan lepas pantai dan lainnya.
Ketidak mampuan pemerintah mengelola sisa 46 cekungan ini adalah minimnya
teknologi yang ada dan sumber daya manusia yang dimiliki bangsa ini karena
posisi cekungan yang berada di tengah laut. Kalau saja kita mampu mengolah
sendiri minyak kita sehingga mampu memenuhi 40 % sisa kebutuhan minyak kita
tentu tidak akan terjadi gonjang-ganjing yang sedimikian hebat. Pemerintah
terlalu mengobral aset kita dalam kedok investasi asing. Cekungan minyak itu
berada di negara Indonesia, seharusnya minyak itu dinikmati oleh rakyat
Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945. Pemerintah terlalu berfokus pada
pemenuhan kebutuhan dalam jangka pendek namun mengabaikan kebutuhan jangka
panjang. Teknologi dan sumber daya manusia itulah kebutuhan jangka panjang.
Perlu orang-orang pintar untuk mengelola negara ini bukan orang yang jual
popularitas. Masyarakat sudah terlalu lelah dengan kondisi politik negara ini
yang semakin hari semakin banci saja, jangan ditambah dengan persoalan ekonomi
yang sebetulnya bisa kita cegah kalau pemerintah tidak hanya berpikir dengan
IMF.
Sumber :
Kementrian
ESDM. 2011. Peluang Investasi Sektor ESDM.
http://helmidadang.wordpress.com/2012/12/29/cadangan-minyak-bumi-di-indonesia/
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/01/092477246/Harga-BBM-Naik-Penduduk-Miskin-Tambah-15-Persen
http://www.merdeka.com/uang/kenaikan-harga-bbm-buat-harga-barang-melonjak-200-persen.html