Monday, October 1, 2012

MENGAPA SAYA MEMILIH TEKNOLOGI KELAUTAN ?



Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang pantainya sebesar 95.181 km menurut PBB pada tahun 2008, terbesar ke empat di dunia setelah Rusia. Indonesia juga memiliki luas wilayah laut sebesar 5.8 juta kilometer persegi. Indonesia juga negara dengan lautan terluas di dunia, di kelilingi dua samudra yaitu Pasifik dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain. Menurut Data resmi Bakosurtanal pada tahun 2011 menyebutkan, jumlah pulau di Indonesia mencapai 17.508 (17.506 pulau setelah dikurangi Sipadan dan Ligitan). Maka berdasarkan fakta diatas tidak heran Ir.Djoenda, Perdana Mentri RI, pada tahun 1957 mendeklarasikan Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) yang kemudian disahkan PBB pada tahun 1982.
Selain pulaunya, Indonesia hingga sat ini memiliki 60 cekungan sumber daya minyak (Kevin M. Robinson, 1987). 40 cekungan berada di lepas pantai dan 14 cekungan berada di kawasan pesisir. Dari kesemuanya 22 cekungan telah di eksploitasi secara intensif. Diyakini masih banyak potensi yang masih tersimpan di perut tanah air tercinta ini. 

Sebegitu megahnya potensi maritim kita namun sepertinya warisan konsep dan pemikiran yang telah ditanamkan oleh penjajah belanda selama 350 tahun telah mengakar begitu hebat dan kuat di pemikiran orang Indonesia. Bangsa kita masih saja berpolemik tentang bagaimana mengatur jummlah lahan pertanian di pulau jawa atau saling tuding menuding atau mungkin sumpah serapah dalam pengurusan pembukaan lahan kelapa sawit di Kalimantan. Jarang sekali kita mendengar para pemimpin kita meributkan tentang pengembangan sumber daya perikanan di daerah-daerah yang berpotensial atau menyumpahi dengan muka merah padam pada pemodal asing yang menguasai hampir 95% aktifitas transportasi laut Indonesia. Pemikiran kita telah berubah sejak abad ke 19 yang dahulu berorientasikan ke-maritiman menjadi ke-tanahan. Padahal menurut Adrian B Lapian, nahkoda pertama sejarawan maritim Asia Tenggara, untuk negara kepulauan seperti Indonesia ini, wilayah maritimlah yang memegang wilayah sentral. Otak kita telah sedemikian di atur oleh penjajah untuk menjadi bangsa petani, bangsa buruh. 

Sejarah mencatat sebelum abad ke 17 kawasan Indonesia dan sekitarnya dikuasai oleh kapal-kapal nusantara, dibuktikan dengan begitu berkuasanya kerajaan Swijaya dan kerajaan Majapahit. Namun begitu menginjak paruh pertama abad ke-17, peran sentral ini mulai diambil alih oleh Belanda dan Portugis hingga puncaknya pada abad ke-19 sejarah maritim kita diibaratkan sudah memasuki waktu maghrib oleh Adrian B Lapia, nahkoda pertama sejarawan maritim Asia Tenggara. Pada negara kepulauan, peran kota pelabuhan sangat penting dimana pelabuhan ini akan menghubungkan satu pulau dengan pulau yang lain. Hal itu lah dipahami betul oleh para kumpeni, mereka menguasai satu per satu kota pelabuhan besar dan menghalau pelaut dan pedagang anak-anak Indonesia untuk berlayar. Akhirnya kapal-kapal Belandalah yang berlayar.
Sejak dijajah oleh kumpeni inilah, sejarah besar bangsa maritim Indonesia hancur lebur. Anthony reid, pengkaji sejarah marirtim Indonesia dari Australian National University, mengutip pernyataan Daghregister Batavia pada 1677 bahwa orang-orang mataram bagian timur jawa saat itu sudah tidak tahu-menahu lagi soal laut dan tidak lagi memiliki kapal besar sendiri sebagai pemenuh kebutuhan rakyat saat itu.

Akhirnya rakyat dipaksa menjadi buruh paksa di darat. Bercocok tanam ditanamkan kepada bangsa Indonesia sebagai jati diri bangsa. Hal itu bisa anda lihat bersama di lambang pancasila untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang diibaratkan dengan padi dan kapas. Semuanya merupakan produk pertanian, sama sekali tidak menyentuh potensi bahari kita. Pikiran kita seakan ditutup untuk bagaimana sedapat mungkin ‘menghabisi’ seluruh potensi tanah kita, hingga sejarawan Ong Hok Ham (alm) geleng-geleng kepala dan berucap, “Apakah orang Indonesia hanya (bisa) hidup terpencil dikelilingi gunung berapi dan hidup dari usaha pertanian untuk kemudian dikolonisasi oleh penguasa yang menguasai lautan Indonesia ?”

Begitu besarnya potensi yang disimpan oleh bahari kita dan sedikitnya orang yang peduli mengembangkannya lah yang menjadi alasan kenapa saya memilih teknologi kelautan. Saya menyadari bahwa 2/3 bagian negara kita adalah laut. Saya menyadari betapa besarnya potensi laut kita mulai dari keanekaragaman hayati hingga sumber cadangan minyak yang belum terekspos. Saya menyadari masih sedikit orang yang expert dalam bidang kelautan di Indonesia. Karena itulah saya memilih teknologi kelautan sebagai pilihan studi saya. 

Salah satu peran mahasiswa adalah sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Jika kita hanya sekedar ikut teriak saja tanpa mengetahui lebih dalam tentang kondisi kekinian maka sama saja dengan buang-buang tenaga. Untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim yang disegani kembali maka perlu akademisi-akademisi dan teknisi yang paham akan teknologi kelautan supaya potensi bahari kita akan terurus dengan maksimal. Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) adalah salah satu tempat untuk mencetak orang-orang tersebut dan saya merasa beruntung dapat begabung dalam fakultas ini. 

Dalam fakultas teknologi kelautan ini, kita akan mempelajari berbagai macam hal yang berhubungan dengan laut dan sekitarnya. Secara umum dalam FTK ini dibagi dalam 4 prodi yaitu, Teknik Perkapalan, Sistem Perkapalan, Teknik Kelautan dan Transportasi Laut. Saya memfokuskan diri di Teknik Kelautan. Prodi ini mempelajari kita dituntut untuk memahami ilmu yang berhubungan dengan teknologi kelautan seperti perencanaan kapal, konstruksi dan kekuatan kapal, manajemen galangan dan industri berat, hidrodinamika, manajemen pelabuhan dan transportasi laut, sistem perkapalan, sistem propulsi, sistem perpipaan, dan alat bantu, perencanaan struktur lepas pantai, perencanaan fasilitas pantai, pelabuhan dan fasilitas laut, sistem pipa bawah laut, bangunan lepas pantai, teknik pantai, teknik pelabuhan dan lain lain dengan 5 bidang keahlian utama yaitu Struktur Bangunan Lepas Pantai, Hidrodinamika  Lepas Pantai, Perancangan dan Produksi Bangunan Lepas Pantai, Energi dan Lingkungan Laut, Teknik Pantai dan Pelabuhan Laut. Pada intinya teknik kelautan ini memahami bagaimana kita mengolah laut dan keadaan pinggir pantai.
Dalam upaya merestrukturisasi jati diri bangsa untuk menjadi negara maritim yang gagah, peran pelabuhan merupakan kunci sentral. Pembangunan pelabuhan yang tertata, pengaturan sistem pantai yang teratur akan membuat tepi pantai Indonesia tidak lagi hanya menjadi tempat bersantai saat matahari terbenam dan tempat penuh kecurangan dalam penurutan muatan. Untuk mengeksploitasi kandungan di laut Indonesia yang cukup dalam maka diperlukanlah bangunan lepas pantai yang kokoh dalam upayanya mencari dan menggali potensi laut kita. Bangunan lepas pantai inilah yang kemudian menjadi aset negara untuk menggali sumber devisa negara dalam bentuk minyak ataupun sumber daya alam lainnya. Dari kesemuanya diperlukanlah orang-orang yang berkompeten untuk membangun dan menata pelabuhan maupun sistem bangunan lepas pantai, sarjana teknik kelautan adalah orang yang pas untuk mengisi posisi ini.
Maka dengan begitu banyaknya peluang yang diberikan namun masih banyak yang belum menoleh karena kita selalu menghadap sawah, tepatlah teknologi kelautan ini sebagai pilihan. Selain karena gaji yang ditawarkan tinggi, kita akan mampu langsung berkontribusi kepada negara dengan karya-karya keinsinyuran kita kelak. Sedikitnya orang-orang yang berkompeten dalam teknologi kelautan semakin menambah nilai plus dari teknologi kelautan. Maka itulah alasan saya mengapa saya memilih teknologi kelautan dengan spesifikasi teknik kelautan sebagai prodi saya


NAMA : Rezha Eka Firmansyah
NRP : 4312100030
Mahasiswa Aktif Jurusan Teknik Kelautan ITS

No comments:

Post a Comment