semoga ini tidak menjadi kenyataan mengingat begitu banyaknya bentuk kecurangan
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Rektor PTN Indonesia Idrus Paturusi mengatakan, pihaknya masih mengkaji kebijakan yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait nilai ujian nasional (UN) yang akan dijadikan evaluasi akhir kelulusan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2012. Ia mengatakan, saat ini tengah dilakukan penyaringan hasil seleksi mahasiswa melalui jalur undangan.
"Tapi masih dikaji, sehingga UN mempunyai harga untuk dimasukkan sebagai seleksi masuk perguruan tinggi," kata Idrus, Kamis (19/1/2012) malam, di Jakarta, seperti dikutip Antara.
Idrus mengungkapkan, Majelis Rektor sangat mengharapkan bahwa Panitia SNMPTN bekerja semaksimal mungkin untuk mengatasi bocoran atau kelompok yang menginginkan bahwa ada bocoran, joki, dan sebagainya.
"Diusahakan untuk dieliminasi semaksimal mungkin," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santoso mengatakan, hasil ujian nasional akan dijadikan evaluasi akhir penentu kelulusan SNMPTN. Syarat itu berlaku untuk SNMPTN jalur undangan mau pun jalur ujian tertulis. Akhir penilaian kelulusan SNMPTN di masing-masing jalur penerimaan tersebut akan dievaluasi menggunakan hasil UN.
Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh memastikan bahwa nilai ujian nasional (UN) akan menjadi salah satu syarat untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Ia menjelaskan, ide menjadikan nilai UN sebagai prasyarat masuk PTN terinspirasi dari digunakannya nilai UN pada jenjang sebelumnya (SD dan SMP) sebagai prasyarat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
"Nilai UN SD dipakai untuk melanjutkan SMP, UN SMP untuk ke SMA, mengapa SMA tidak? Idenya kan itu," kata Nuh kepada Kompas.com di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Gedung Kemdikbud), Jakarta, Jumat (30/12/2011).
Menurut Nuh, yang harus diutamakan adalah peningkatan kredibilitas UN itu sendiri sehingga dapat menjadi bagian dari upaya menyatukan sistem.
"Memang perlu waktu untuk mengintegrasikannya. Tapi saya pastikan ini berlaku mulai tahun 2012," ujar Nuh.
Penolakan
Kebijakan ini pun menuai reaksi dari pimpinan perguruan tinggi negeri, salah satunya Rektor Universitas Gadjah Mada Soedjarwadi. Menurutnya, kebijakan itu harus dikaji terlebih dahulu.
"Kami menilai masih banyak hal yang harus dikaji untuk menerapkan kebijakan tersebut," kata Sudjarwadi, di Yogyakarta, Kamis (29/12/2011).
Ia berpendapat, nilai ujian nasional (UN) tidak serta merta bisa dijadikan tes masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Sebab, menurutnya, tujuan pelaksanaan UN dan tes masuk PTN berbeda satu sama lain.
"Alasan itu pula yang melatarbelakangi UGM untuk tidak menerapkan nilai UN sebagai syarat penerimaan mahasiswa baru (PMB) tahun depan," katanya.
Sudjarwadi mengatakan, UN diselenggarakan untuk mengukur hasil pembelajaran peserta didik selama tiga tahun. Sementara, tes masuk PTN diadakan untuk menjaring mahasiswa baru yang cocok dengan perguruan tinggi tersebut, dengan menggunakan tes multiobjektif yang saling menyatu.
Respons senada juga disampaikan Rektor Universitas Brawijaya Malang, Yogi Sugito. Ia meminta agar mekanisme UN SMA dibenahi terlebih dulu sebelum memberlakukan UN sebagai syarat wajib penerimaan mahasiswa baru di PTN.
"Hasil UN masih belum bisa mereprestasikan kondisi riil di lapangan, sebab banyak sekolah (SMA) yang ada di pinggiran hasil UN-nya justru lebih bagus dari SMA favorit yang ada di perkotaan," kata Yogi, di Malang, Jawa Timur.
Ia mengatakan, jika yang diterima PTN banyak siswa dari SMA pinggiran, akan menimbulkan protes dari SMA-SMA yang ada di perkotaan. Yogi sendiri mengungkapkan, Universitas Brawijaya belum bisa melaksanakan program yang digagas Kemdikbud tersebut. Namun, Yogi mengakui, gagasan tersebut baik jika diterapkan di masa yang akan datang.
Lebih jauh ia mengungkapkan, UN masih harus dibenahi agar bisa benar-benar mereprenstasikan kondisi dan kemampuan siswa secara riil di lapangan. Menurutnya, nilai UN seringkali merupakan hasil "kerja sama" antarsekolah, agar siswa atau anak didiknya bisa lulus semua atau nilainya bagus. Sehingga, bukan ukuran sesungguhnya kemampuan siswa.
"Tapi masih dikaji, sehingga UN mempunyai harga untuk dimasukkan sebagai seleksi masuk perguruan tinggi," kata Idrus, Kamis (19/1/2012) malam, di Jakarta, seperti dikutip Antara.
Idrus mengungkapkan, Majelis Rektor sangat mengharapkan bahwa Panitia SNMPTN bekerja semaksimal mungkin untuk mengatasi bocoran atau kelompok yang menginginkan bahwa ada bocoran, joki, dan sebagainya.
"Diusahakan untuk dieliminasi semaksimal mungkin," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santoso mengatakan, hasil ujian nasional akan dijadikan evaluasi akhir penentu kelulusan SNMPTN. Syarat itu berlaku untuk SNMPTN jalur undangan mau pun jalur ujian tertulis. Akhir penilaian kelulusan SNMPTN di masing-masing jalur penerimaan tersebut akan dievaluasi menggunakan hasil UN.
Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh memastikan bahwa nilai ujian nasional (UN) akan menjadi salah satu syarat untuk masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Ia menjelaskan, ide menjadikan nilai UN sebagai prasyarat masuk PTN terinspirasi dari digunakannya nilai UN pada jenjang sebelumnya (SD dan SMP) sebagai prasyarat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
"Nilai UN SD dipakai untuk melanjutkan SMP, UN SMP untuk ke SMA, mengapa SMA tidak? Idenya kan itu," kata Nuh kepada Kompas.com di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Gedung Kemdikbud), Jakarta, Jumat (30/12/2011).
Menurut Nuh, yang harus diutamakan adalah peningkatan kredibilitas UN itu sendiri sehingga dapat menjadi bagian dari upaya menyatukan sistem.
"Memang perlu waktu untuk mengintegrasikannya. Tapi saya pastikan ini berlaku mulai tahun 2012," ujar Nuh.
Penolakan
Kebijakan ini pun menuai reaksi dari pimpinan perguruan tinggi negeri, salah satunya Rektor Universitas Gadjah Mada Soedjarwadi. Menurutnya, kebijakan itu harus dikaji terlebih dahulu.
"Kami menilai masih banyak hal yang harus dikaji untuk menerapkan kebijakan tersebut," kata Sudjarwadi, di Yogyakarta, Kamis (29/12/2011).
Ia berpendapat, nilai ujian nasional (UN) tidak serta merta bisa dijadikan tes masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Sebab, menurutnya, tujuan pelaksanaan UN dan tes masuk PTN berbeda satu sama lain.
"Alasan itu pula yang melatarbelakangi UGM untuk tidak menerapkan nilai UN sebagai syarat penerimaan mahasiswa baru (PMB) tahun depan," katanya.
Sudjarwadi mengatakan, UN diselenggarakan untuk mengukur hasil pembelajaran peserta didik selama tiga tahun. Sementara, tes masuk PTN diadakan untuk menjaring mahasiswa baru yang cocok dengan perguruan tinggi tersebut, dengan menggunakan tes multiobjektif yang saling menyatu.
Respons senada juga disampaikan Rektor Universitas Brawijaya Malang, Yogi Sugito. Ia meminta agar mekanisme UN SMA dibenahi terlebih dulu sebelum memberlakukan UN sebagai syarat wajib penerimaan mahasiswa baru di PTN.
"Hasil UN masih belum bisa mereprestasikan kondisi riil di lapangan, sebab banyak sekolah (SMA) yang ada di pinggiran hasil UN-nya justru lebih bagus dari SMA favorit yang ada di perkotaan," kata Yogi, di Malang, Jawa Timur.
Ia mengatakan, jika yang diterima PTN banyak siswa dari SMA pinggiran, akan menimbulkan protes dari SMA-SMA yang ada di perkotaan. Yogi sendiri mengungkapkan, Universitas Brawijaya belum bisa melaksanakan program yang digagas Kemdikbud tersebut. Namun, Yogi mengakui, gagasan tersebut baik jika diterapkan di masa yang akan datang.
Lebih jauh ia mengungkapkan, UN masih harus dibenahi agar bisa benar-benar mereprenstasikan kondisi dan kemampuan siswa secara riil di lapangan. Menurutnya, nilai UN seringkali merupakan hasil "kerja sama" antarsekolah, agar siswa atau anak didiknya bisa lulus semua atau nilainya bagus. Sehingga, bukan ukuran sesungguhnya kemampuan siswa.
Ini beritanya, apa pendapatmu kawan ?
hahahaha
ReplyDeletesetujuuuuu